Halaman

Sabtu, 11 Agustus 2012

Wajah Pendidikan


Sebenarnya, judul di atas itu terlalu klasik, tapi saya tidak bisa memikirkan judul lain yang lebih menarik. Mari kita asumsikan saja bahwa judul itu luar biasa. Oke? Sebelum saya lanjutkan, gambar di atas saya dapat dari Mbah Google, jadi bukan milik saya.

Pendidikan merupakan sebuah kata yang akrab di telinga kita. Saya memang masih mahasiswa baru di sebuah universitas negeri di Yogykarta (jika Anda baca posting-an saya sebelumnya, Anda pasti akan mampu menebaknya) dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan jurusan Pendidikan Kimia dan prodi Pendidikan Kimia Internasional. Meski saya seorang mahasiswa baru, ada beberapa hal yang saya dapat dari beberapa kegiatan OSPEK (Kerohanian, Dialektika Mahasiswa, Brain Storming) yang menginspirasi saya untuk membuat blog yang berisi motivasi bagi masyarakat Indonesia.

Kembali ke topik mengenai pendidikan, saat salah seorang pembicara menunjukkan pada saya sebuah cuplikan dari film "Alangkah Lucunya Negeri Ini", hal itu membuat saya berpikir dan merenung tentang negeri yang sama-sama kita cintai ini. Pembicara lainnya datang dan kembali menodongkan sebuah topik yang kembali membuat saya berpikir, "Apa yang bisa saya lakukan?"

Apa sih sebenarnya tujuan pendidikan itu? Jawabannya sangat sederhana, yaitu untuk mencerdaskan bangsa. Plato pernah berkata bahwa pendidikan akan membuat orang menjadi lebih baik, dan orang yang lebih baik akan menjadikan orang itu mulia. Mari kita buang dahulu semua cara pandang idealis kita dan melihat kondisi negara ini dengan kacamata realistis.

Benarkah pendidikan menmbuat orang jadi lebih baik? Saat kita melihat para pelaku korupsi, maka kita akan menemukan bahwa mereka adalah orang-orang terpelajar. Cerdas dengan intelektualitas tinggi. Kalau mereka tidak pintar dan terpelajar, bagaimana mereka bisa korupsi? Pernahkah Anda menemukan tukang becak yang korupsi? Jawabannya tidak! Saat orang-orang menjadi terpelajar, dan mengenyam pendidikan tinggi, mereka malah menjadi koruptor. Hal ini tentu menimbulkan paradigma negatif di dalam masyarakat tentang tujuan indah dari pendidikan.

Lantas, apakah permasalahan pendidikan yang harus kita hadapi di Indonesia? Ada beberapa hal, tapi satu yang pasti adalah pendidikan itu MAHAL. Kini, di Indonesia, pendidikan telah dijadikan sebagai komoditi jasa untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Jika Anda ingin sekolah, maka Anda harus membayar. Saya tidak menyangkal keberadaan sekolah-sekolah gratis di Indonesia, tapi berapa persenkah sekolah yang membebaskan biaya bagi peserta didiknya?

Mengutip dari http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/ironi-putus-sekolah/9827, "...jumlah anak SD sampai SMA yang putus sekolah pada 2010 mencapai 1,08 juta. Angka itu melonjak lebih dari 30 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa. Tak hanya itu, masih ada 3,03 juta siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi. "

Tingginya biaya pendidikan menjadikan rakyat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah tidak mampu meneruskan jenjang pendidikan mereka. Kita bisa lihat universitas-universitas negeri yang kini biayanya sangat mahal. Hal ini menyebabkan hanya orang-orang kayalah yang mampu mengenyam pendidikan tinggi sementara rakyat miskin hanya mampu menempuh jenjang pendidikan semampunya.

Namun, tipikal kebanyakan anak-anak dengan kelas ekonomi atas adalah sifat manja mereka dan kecenderungan untuk bersikap individualistik dan materialistik. Hal ini tentu akan menghasilkan output yang serupa pula. Saya bukannya menjelek-jelekkan anak dengan kemampuan ekonomi yang berlebih (saya sendiri anak ekonomi kelas menengah), namun jika kita melihat dalam kenyataannya, anak-anak ekonomi kelas atas cenderung ignorant terhadap lingkungannya. Mereka akan cenderung mencari jalan yang mudah untuk lulus secepat-cepatnya walau harus menghalalkan segala cara. Salah satu jalan yang simpel adalah menyontek.

Kita tentu tidak ingin bangsa ini dipenuhi dengan generasi muda yang (katanya) terdidik namun memiliki budaya buruk seperti menyontek, bukan? Itulah penyebab mengapa output dari pendidikan di Indonesia menjadi jelek; karena selama berada dalam jenjang pendidikan, mereka mengembangkan budaya yang jelek pula.

Permasalahan lainnya adalah pendidikan di Indonesia justru melemahkan karakter mahasiswanya. Tidak sedikit kita lihat para peserta didik yang justru disibukkan oleh urusan-urusan seperti pacaran, pergaulan bebas dan hal-hal semacamnya. Saat mereka seharusnya belajar, mereka justru disibukkan dengan urusan-urusan yang tidak penting seperti es-em-es-an dengan sang pacar atau hal-hal semacamnya. Inilah hal-hal yang melemahkan karakter.

Selain itu, di Indonesia sendiri, tidak sedikit kita menemukan manipulasi di bidang pendidikan. Mulai dari jual-beli ijazah, jalur masuk universitas lewat "pintu belakang" hingga pemalsuan karya ilmiah.

Inilah keburukan sistem pendidikan kita saat ini. Pertanyaannya, apakah yang dapat kita lakukan?

Saya punya sedikit solusi. Saat kita akan membersihkan rumput liar, tidaklah cukup hanya dengan memotong pucuknya, namun harus di cabut sampai ke akar-akarnya. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Memperbaikinya tidak cukup hanya dipermukaan, tapi harus dari karakter generasi mudanya. Kepada para guru dan para calon guru, kita harus mampu membangun karakter generasi muda yang kuat dan tidak mudah goyah! Kita tidak ingin jika hasil dari pendidikan sekarang adalah orang-orang yang kehilangan potensi dirinya, serakah, merusak, dan menghancurkan sistem untuk tidak memanusiakan manusia.

Saya berharap akan ada generasi muda yang tergerak membaca tulisan ini. Generasi muda Indonesia adalah mata tombak perjuangan bangsa. Soekarno pernah berkata, "Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia."

Itulah kita. Pemuda-pemudi yang akan mengubah dunia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar