Halaman

Sabtu, 13 April 2013

Menteri Mimpi, Kurikulum Berganti

Image ini saya ambil random dari google. Credits buat pemiliknya.

Mungkin ini judul yang tepat untuk post kali ini. Setelah tadi pagi saya mengikuti sebuah seminar yang diadakan oleh fakultas di kampus, saya mendapat ide untuk mengarahkan kembali blog ini ke jalur yang benar.

Penggantian kurikulum menjadi Kurikulum 2013 tampaknya bukan lagi isu belaka. Bapak Menteri sepertinya sudah sangat bersemangat untuk meluncurkan kurikulum baru ini, meski masih banyak kekurangan di sana-sini. Pergantian kurikulum yang kerap kali terjadi merupakan bentuk solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia. Paling tidak harapannya begitu. Namun sepertinya, tidak sedikit pihak yang menentang perubahan kurikulum yang kerap kali terjadi ini. Masih ingat KBK 2004 yang hanya bertahan dua tahun dan diganti oleh KTSP 2006? Nah, kini pergantian semacam itu mulai terjadi lagi.

Tampaknya sudah dipastikan bahwa Kurikulum 2013 ini akan dilaksanakan mulai Juli 2013 nanti. Hal ini pastinya mengundang protes keras dari guru dan berbagai pihak. Namun tampaknya Pemerintah tutup telinga akan semua protes yang ada. Pergantian kurikulum ini diharapkan akan membuat siswa menyenangi pelajaran. Dalam seminar tadi, tampaknya yang paling dipengaruhi oleh kurikulum ini adalah siswa SD. Dalam Kurikulum 2013 ini, semua pelajaran akan disatukan dalam bentuk satu buku induk sehingga diharapkan, jika siswa sudah bosan belajar Matematika akan bisa langsung berpindah ke pelajaran lainnya. Hal ini dianggap akan memudahkan siswa dan membuat siswa tidak bosan belajar. Menurut saya, hal ini hanya akan menimbulkan kebingungan, terutama bagi guru. Sebagai contoh, mata pelajaran IPA dan IPS (untuk SD) akan disatukan dengan Bahasa Indonesia dalam bentuk sebuah wacana misalnya. Tentu para guru akan bingung, yang harus dinilai kemampuan IPA-nya, atau kemampuan berbahasa siswa?

Banyak hal yang sepertinya belum disiapkan secara matang untuk Kurikulum 2013 ini. Bukunya saja sepertinya masih belum siap untuk dicetak (menurut narasumber tadi). Selain itu, banyak hal yang mengundang pertanyaan, seperti bagi guru-guru SMA dan SMK yang mata pelajarannya akan dipangkas jamnya. Untuk itu, pemerintah menyiapkan solusi. Guru-guru tersebut akan diminta mengajar ke sekolah lain yang kekurangan guru. Solusi yang bagus kedengarannya, hanya saja, hal ini tidak memperhatikan tingkatan sekolah. Guru SMK bisa saja mengajar SD. Bisa dibayangkan? Guru SMK yang sudah terlatih keras mentalnya untuk menghadapi murid bandel (bukan berarti semua murid SMK bandel loh) harus mengajar anak SD yang bisa dibilang baru lulus TK (pasti anak SD-nya langsung nangis kalau tiba-tiba disuruh push-up).

"Semua dipikirkan sambil jalan..."

Begitulah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkenaan dengan Kurikulum ini. "Sambil jalan?!" memangnya ini rencana darmawisata desa ke Borobudur? (Bahkan darmawisata desa mungkin lebih siap daripada ini). Saya merasa kasihan dengan anak-anak Indonesia yang dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah untuk sistem-sistem kurikulum pendidikan baru yang dikeluarkan secara out of the blue seperti ini. Pantas saja mereka jadi berkembang! Walau pun Indonesia peringkat 40 dari 42 negara dalam TIMSS (benar 'kan itu namanya?), bukan kurikulum yang harus disalahkan! Yang seharusnya dilakukan adalah peningkatan tenaga profesional guru.

Saat ini, KTSP saja masih belum berjalan dengan sempurna karena tenaga guru yang masih kurang profesional. Daripada mengganti kurikulum menjadi semakin ribet, kenapa tidak diadakan pelatihan bagi guru-guru untuk meningkatkan profesionalitas mereka? Daripada memaksakan diri untuk melaksanakan Kurikulum 2013 ini yang belum tentu akan berhasil. Kalau gagal, maka peserta didik juga yang merana.

Generasi muda bangsa bukan kelinci percobaan! Mereka adalah masa depan Indonesia. Jangan sampai urusan coba-coba seperti ini malah merusak mereka. Saya sedikit kecewa saat tahu bahwa kurikulum ini didesain oleh Guru-guru Besar universitas ternama (sebut saja UI, ITB, UGM, dan lain-lain). Mereka orang-orang hebat yang sangat memahami bidang masing-masing. Namun apakah mereka benar-benar mengerti soal pendidikan? Pendidikan juga harus mempertimbangkan psikologis anak, bukan? Saya mungkin tidak sehebat mereka yang titel-nya mungkin lebih panjang dari pada namanya, namun bukankah ada baiknya jika urusan pendidikan seperti ini turut melibatkan guru-guru besar universitas yang khusus di bidang pendidikan (sebut saja UPI, UNJ, UNY, dan lain-lain). Percuma saja kalau Kurikulum 2013 tertulis indah dikertas, namun pada prakteknya tidak menghasilkan apa-apa.

Walau kemungkinan post ini hanya dibaca segelintir orang, saya harap hal ini akan membantu semuanya. Dana sebanyak itu untuk membuat kurikulum baru yang belum tentu berguna, kenapa tidak digunakan saja untuk membantu sekolah-sekolah yang tidak mampu di pelosok Indonesia sana? Sekolah-sekolah yang bahkan gurunya, yang ingin muridnya merasakan seperti apa komputer itu, harus pergi ke kota untuk membeli keyboard rusak dan membuat replika komputer dari kardus seraya berkata,

"Nak, inilah komputer. Saat kamu menekan tombol keyboard ini, dilayar akan muncul tulisan!"

Masih ada sekolah seperti itu. Yang bahkan siswanya tidak pernah merasakan bagaimana memakai sepatu atau seragam sekolah, yang bahkan ruang kelasnya tidak memiliki atap yang melindungi dari hujan dan panas, yang bahkan ruang kelasnya harus dicampur antara kelas 1, 2, 3 dan seterusnya karena kurangnya tenaga pendidik... Pemerintah malah enak-enakan membuang-buang uang untuk kurikulum baru yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Jujur, saya merasa miris mendengarnya.

Namun kita tidak harus diam, pasrah dan menunggu. Kita juga tidak harus berteriak, memberontak, dan menentang. Kita hanya bisa optimis. Karena tampaknya tak ada kata mundur bagi Pak Menteri, kita hanya bisa optimis dan berharap Kurikulum 2013 ini akan menjadi jawaban bagi permasalahan pendidikan kita saat ini. Mudah-mudahan.

Bagi para mahasiswa dan calon guru di luar sana, saya ucapkan...

"HIDUP GENERASI MUDA INDONESIA!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar